Ticker

6/recent/ticker-posts

Solidaritas Pers Indonesia Riau Minta Presiden RI Sikapi Banyaknya Kasus Kriminalisasi Pers


PEKANBARU- Kasus Kriminalisasi Pers terhadap Toro Pimred Media Harianbrantas.co.id terus menjadi sorotan serius oleh ratusan wartawan yang tergabung mengatasnamakan Solidaritas Pers Indonesia (SPI) Riau.

Dan permasalahan ini juga menjadi prokontra antara sesama Insan Pers di Riau. Ada yang membela Bupati Bengkalis dan ada yang Membela Toro, masing- masing melakukan pembelaan melalui pemberitaan di medianya masing-masing. Sehingga membuat Publik menjadi bingung dalam persoalan ini.

Dari versi kubu Toro terus melakukan dukungan terhadapnya, dan sudah beberapa kali melakukan aksi baik di depan Polda Riau dan juga di depan Pengadilan Negeri Pekanbaru, dengan tujuan menuntut agar hakim dapat bijaksana dalam menangani perkara Toro tersebut.

Toro dilaporkan Bupati Bengkalis melalui 2 Pengacara nya ke Polda Riau, akibat Bupati tidak terima namanya dikait-kaitkan dan dituding terluhbat kasus korupsi Dana Bansos pada Tahun 2012, yang pada saat itu Amril Mukminin menjabat sebagai Anggota DPRD bengkalis.

Toro diduga menjadi korban Kriminalisasi Pers oleh penyidik Polda Riau dan 2 Pengacara Bupati Bengkalis, yang diduga kasus perseteruan Toro dan Bupati Bengkalis ini dipaksakan masuk keranah hukum. Sehingga Toro pun kini menyandang status tersangka dijerat UU ITE oleh Petugas Polda Riau.

Disamping itu dari kubu Bupati Bengkalis juga terus melakukan pembelaan, sebab beberapa waktu lalu, ada aksi massa di depan PN Peknbaru yang mengatasnamakan Mahasiswa dan Masyarakat Bengkalis, mereka menuntut hakim menahan Toro, dikarenakan sudah menjadi tersangka dan sudah membuat resah masyarakat Bengkalis akibat pemberitaannya. 


Namun dari 12 kali persidangan kasus sengketa Pers yang di pidanakan ini, saksi pelapor, Amril Mukminin yang merasa nama baiknya dicemarkan oleh pemberitaan Media Online Harianberantas.co.id tidak pernah terlihat hadir untuk memberikan keterangan.

Padahal pihak pengadilan telah berkali kali meminta kepada JPU untuk menghadirkan Bupati Bengkalis sebagaimana disampaikan oleh Martin Ginting Humas Pengadilan Negeri Pekanbaru didepan puluhan demonstran, Senin (01/10/2018).


"Kami sangat memahami maksud rekan-rekan pers sekalian, untuk menegakkan keadilan atas permaslahan ini. Namun kami telah berulang kali meminta kepada JPU untuk menghadirkan saksi pelapor tersebut, namun hingga kini belum juga dihadirkan. Sehingga kami tidak bisa memaksa pihak JPU," terang Martin.

Menurut Martin, pihaknya tidak bisa mengintervensi Majelis Hakim yang sedang bersidang, karena hal tersebut sudah wilayah hukum, sehingga ia hanya bisa berharap agar semua Insan Pers bisa memantau terus proses hukum yang sedang berjalan demi tegaknya keadilan dan terwujudnya supremasi hukum.

"Biarkanlah proses hukum berjalan sebagaimana mestinya, kita percayakan kepada majelis hakim yang bekerja secara profesional, dan mari kita sama-sama mendukung proses ini dengan tetap menjaga situasi," kata Martin melanjutkan.

Dalam orasi yang berjalan kurang lebih 2 jam tersebut, tampak aksi berjalan dengan dinamis dan sangat bersemangat sebagaimana disampaikan oleh pimpinan aksi, Feri Sibarani bahwa pihaknya tidak akan pernah surut untuk menyuarakan kebenaran dan menuntut penyidikan yang dilakukan oleh penyidik polda riau dan diduga kuat adanya upaya kriminalisasi terhadap pers segera di tinjau kembali oleh kapolri, Jenderal Tito Karnavian.

"Ini harus menjadi perhatian Kapolri, karena kami duga kuat adanya kongkalikong dalam penyidikan di Polda Riau, terhadap kasus sengketa pers ini,  berdasarkan berbagai alat bukti yang kami peroleh," ungkap Feri dalam orasinya.

Menurutnya ada sejumlah indikasi "Permainan" dan sekaligus tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pelapor dan oknum penyidik di polda riau sejak awal penyidikan, dimana pelapor dan penyidik sama-sama tidak mengindahkan UU Pers No. 40 tahun 1999 dan UUD 1945 pasal 28 f tentang kebebasan menyampaikan informasi dan pendapat di semua saluran yang tersedia.

"Penyidikan terkait sengketa pers ini kami duga sarat kepentingan oknum. Baik Amril mukminin sebagai pelapor maupun oknum penyidik polda riau sama-sama menabrak undang-undang yang lebih relevan seperti UU Pers dan UUD 1945 yang telah dimanatkan oleh negara sebagai acuan dalam sengketa dunia pers," lanjut Feri.

Menurut Feri saat ditanya sejumlah wartawan usai aksi di PN tersebut, sebagai warga negara yang baik dan sekaligus sebagai kepala daerah, Amril mukminin harus lebih arif dalam mengambil kesimpulan atas permasalahan yang menimpanya, karena selain menjadi sorotan masyarakat luas, Amril juga harus paham tentang hukum dan penerapannya.

"Amril kan seorang Bupati, seharusnya paham menilai hukum dan bijak dalam menyikapi permasalahan yang ada ini, jangan pake emosional layaknya anak jalanan, dia harus hormati hukum, jangan dilanggar hukum lain dalam menuntut haknya, karena dengan menempuh cara pidana dalam perkara pers melalui UU ITE Amril telah mrnabrak minimal dua undang-undang, yaitu UU Pers dan UUD 1945," kata Feri.

Bahkan Feri dalam orasinya meminta presiden RI Joko Widodo segera panggil kapolri dan kejagung RI untuk diminta pertanggung jawaban pihaknya atas penerapan hukum pada kasus sengketa pers yang seharusnya dapat diselesaikan melalui mekanisme UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang itu dalam Pasal 1 ketentuan umum poin 12 dan 13 tentang hak jawab, hak koreksi, dan hak tolak.

"Dimohon kepada presiden RI Joko Widodo, agar memanggil kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kejaksaan Agung RI, untuk meminta pertanggung jawaban kedua lembaga penegak hukum itu tentang dugaan kriminalisasi pers di Riau, karena sikap dan tindakan pelapor, Amril Mukminin maupun oknum penyidik polda riau Kejaksaan tinggi riau dalam memproses perkara sengketa pers telah melanggar Undang-undang RI No. 40 tahun 1999 dan UUD 1945 yang mana hal itu jelas merupakan tindakan melawan hukum," jelas Feri.

Menurut Feri, jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka konsekwensinya NKRI tidak memiliki kepastian hukum lagi, dan masyarakat akan apatis terhadap kinerja penegak hukum, karena dari kenyataan ini kita bisa melihat hukum seakan mudah dipermainkan oleh oknum-oknum yang berkepentingan.

"Kita tidak boleh dalam menuntut hak kita, namun disisi lain melanggar hukum itu sendiri, karena itulah sehingga negara melahirkan Undang-undang Pers terkait sengekta pers, sebagai warga negara Amril maupun penyidik polda riau dan kejaksaan tinggi riau harus patuh dan taat hukum, bukan malah mengkriminalisasi begini," lanjutnya.

Hal senada juga disampaikan oleh korlap solidaritas pers lainya, Ismail, kepada sejumlah awak media dikatakan bahwa terkait proses hukum pidana atas rekanya itu sangat menggores hati insan pers Indonesia pasalnya ada begitu banyak bukti-bukti yang resmi terkait kasus korupsi bansos kabupaten Bengkalis tahun 2012 senilai 272 Miliar yang melibatkan Amril mukminin sebagaimana di lansir oleh media online harianberantas.co.id, namun berakhir ke pengadilan dengan berbagai kejanggalan dan menabrak UU Pers dan Undang-undang lainya.

"Rekan kami Toro, pimpinan harianberantas masih menyimpan sejumlah besar bukti-bukti keterlibatan Amril mukmnin dalam perkara korupsi bansos bengkalis tahun 2012, sehingga sangat tidak berdasar ketika rekan kami Toro dituntut dengan tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik melalui UU ITE, itu bohong dan sengaja direkayasa," teriak Ismail.

Sebelum mengakhiri aksi solidaritas pers tersebut semua korlap dan seluruh peserta aksi solidaritas pers indonesia riau sepakat akan segera melakukan aksi demontastrasi di Kejaksaan tinggi riau menunut menghadirkan saksi pelapor, Amril Muminin di pengadilan negeri pekanbaru.

"Kami akan minta jawaban dari kejati riau, mengapa hingga persidangan ke 12 kali ini, JPU belum menghadirkan saksi pelapor, Amril mukminin ke hadapan majelis hakim PN Pekanbaru, ini ada apa..? beber Feri mengakhiri.




Press Rilis: Tim Solidaritas Pers Indonesia Riau.